A. Pengertian
Penurunan fungsi paru dan
hiperresponsivitas jalan napas terhadap berbagai rangsang. Karakteristik
penyakit meliputi bronkhospasme, hipersekresi mukosa dan perubahan inflamasi
pada jalan napas.(Campbell. Haggerety,1990; orsi 1991).
Banyak orang mengabaikan
keseriusan penyakit ini. Perawatan di RS sering kali karena akibat dari
pengabaian tanda penting ancaman serangan asma dan tidak mematuhi regimen
terapeutik. Status asmatikus mengacu pada kasus asma yang berat yang tak
berespon terhadap tindakan konvensional. Ini merupakan situasi yang mengancam
kehidupan dan memerlukan tindakan segera.
A. Patofisiologi.
Alergen masuk
kedalam tubuh, kemudian allergen ini akan merangsang sel B untuk menghasilkan
sat anti. Karena terjadi penyimpangan dalam system pertahanan tubuh maka terbentuklah imoglobulin E (Ig. E).Pada
penderita alergi sangat mudah memprouksi Ig. E. dan selai beredar didalam
daerah juga akan menempel pada permukaan basofil dan mastosit.Mastosit ini amat
penting dalam peranannya dalam reaksi alergi terutama terhadap jaringan saluan
nafas, saluran cerna dan kulit.
Bila suatu
saat penderita berhubungan dengan allergen lagi, maka allergen akan berikatan
dengan Ig.E yang menempel pada mastosit, dan selanjutnya sel ini mengeluarkan
sat kimia yang di sebut mediator ke jaringan sekitarnya. Mediator yang dilepas
di sekitar rongga hidung akan menyebabkan bersin – bersin dan pilek. Sedangkan
mediator yang dilepas pada saluran nafas akan menyebabkan saluran nafas
mnengkerut, produksi lendir meningkat, selaput lendir saluran nafas membengkak
dan sel – sel peradangan berkumpul di sekitar saluran nafas. Komponen –
komponen itu menyebabkan penyimpitan saluran nafas.
B. Faktor
pencetus.
§ Alergen
§ Infeksi
saluran nafas
§ Ketegangan
jiwa Alrgen
§ Infeksi
saluran nafas
§ Ketegangan
jiwa
§ Kegiatan
jasmani
§ Obat
– obatan
§ Polusi
udara
§ Lingkungan
kerja
§ Lain
- lain
|
C. Etiologi.
Dua tipe dasar
imunologik dan non imunologik .Asma alergik ( disebut ekstrinsik ) terjadi pada
saat kanak – kanak terjadi karena kontak dengan elergan dengan penderita yang
sensitive.
Asma non
imunologik atau non alergik ( di sebut instrinsik ), biasanya terjadi pada usia diatas 35 tahun. Serangan dicetuskan
oleh infeksi pada sinus atau cabang pada bronchial.
Asma campuran
yang serangannya diawali oleh infeksi virus atau bacterial atau oleh allergen.
Pada saat lain serangan dicetuskan oleh factor yang berbeda atau juga dapat di
cetuskan oleh perubahan suhu dan kelembaban, uap yang mengiritasi, asap, bau –
bauan yang kuat, latihan fisik dan stress emosional.
D. Pemeriksaan
penunjang.
§
Test fungsi paru ( Spirometer )
§
Foto thorax
§
Pemeriksaan darah (DL, BGA)
§
Test kulit
§
Test Provokasi bronkhial
E. Manifestasi
klinik
Gejala yang
timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajad hiperaktifitas
bronkus.Obstruksi jalan nafas dapat revesible secara spontan maupun dengan
pengobatan.
Gejala asma antara lain :
a. Bising
mengi ( weezing ) yang terdengar atau tanpa stetoskop
b. Batuk
produktif, sering pada malam hari
c. Sesak
nafas
d. Dada
seperti tertekan atau terikat
e. Pernafasan
cuping hidung
F. Terapi
1. Oksigen
4 – 6 liter / menit
2. Agonis
B2 ( salbutamol 5 mg atau feneterol 2,5 mg atau terbulatin 10 mg )
intalasi nebulasi dan pemberiannya dapa diulang setiap 20 menit sampai 1 jam.
Pemberian agonis B2 dapat secara subcutan atau iv dengan dosis
salbutamol 0,25 mg atau terbulatin 0,25
mg dalam larutan dextrose 5 % dan diberikan perlahan.
3. Aminofilin
bolus iv 5 – 6 mg / kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam
sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
4. Kortikosteroid
hidrokortison 100 – 200 mg iv jika tak ada respon segera atau pasien sedang
menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.
KONSEP KEPERAWATAN
Pengkajian Data Dasar
1.
Riwayat pemajanan pada factor – factor yang biasanya
mencetuskan serangan asma
§ Stres
emosi
§ Infeksi
saluran nafas atas
§ Alergen
§ Kegagalan
dalam pengobatan asma
2.
Pemeriksaan fisik yang didasarkan pada suatu pengkajian
:
System pernafasan
Ø Mengi
yang terdengar tanpa bantuan stetoskop
Ø Susah
bernafas
Ø Orthopnea
Ø Penggunaan
otot – otot asesori pernafasan (Cuping hidung, retraksi sterum, pengangkatan
bahu sewaktu bernafas).
Sistem Hemodinamik
v
Dehidrasi
v
Sianosis
v
Diaforesis
v Pulsus
paradoksus (tekanan darah sistolik turun 10mmhg sesuai dengan pernafasan ).
v
Takikardi
v
Ekspansi paru.
Sistem Perkemihan
v Produksi
urine
v Frekuensi
BAK.
Sistem kardiovaskuler
v Heart
rate
v Irama
Psikososial
v Gelisah
v Ketakutan
v Kecemasan
3. Pemeriksaan laboratorium
Ø GDA
menunjukan hipokapnea (Pa CO2 < 35 mmHg) disebabkan menurunnya
perfusi ventilasi. Selanjutnya Pa CO2 meningkat di atas normal
sesuai dengan meningkatnya tahanan jalan nafas.
Ø Jumlah
sel darah menunjukkan peningkatan eosinofil
Ø Pemeriksaan
fungsi paru menunjukan penurunan kakuatan kapasitas vital
Ø Pengumpulan
sputum untuk pemeriksaan kultur dan test sensitivitas untuk menentukan infeksi
dan mengidentifikasi antimikroba yang cocok dalam mengobati infeksi yang
terjadi
Ø Sinar
X perlu memperlihatkan disfensi alveoli.
4. Pada episode akut
Masalah kolaboratif;
Potensial komplikasi:
·
Hipoksemia
·
Gagal nafasa akut
5. Diagnosa Keperawatan
a. Inefektif
bersihan jalan nafas b.d. peningkatan produksi mucus, sekresi kental dan
bronkospasme
b. Resiko
tinggi terhadap inefektif pola pernafasan b.d. peningkatan kerja pernafasan,
hipoksemia, agitasi dan ancaman gagal nafas.
c. Ansietas
b.d. sulit bernafas dan rasa takut sufokasi.
d. Gangguan
pertukaran gas b.d. serangan asma menetap.
6. Intervensi dan rasionalisasi
a. Pantau:
·
Status pernafasan setiap 4 jam.
·
Hasil BGA
·
Nadi oksimetri
·
Hasil sinar X dada, fungs paru dan analisa
sputum
·
Intake dan output
Rasional:
untuk mengidentifikasi ke arah kemajuan atau penyimpangan dari hasil pasien.
b. Tempatkan
pasien posisi fowlers.
Rasional: posisi tegak
memungkinkan ekspansi paru lebih baik.
c. Berikan
oksigen melalui kanul nasal 4 l/mt, selanjutnya sesuaikan dengan hasil PaO2.
Rasional:
pemberian tambahan oksigen mengurangi beban kerja otot-otot pernafasan.
d. Pemberian
terapi intravena sesuai anjuran, lakukan perawatan infus.
Rasional
: Untuk memungkinkan rehidrasi yang cepat dan dapat mengkaji keadaan vaskuler
untuk pemberian obat – obatan darurat. Kebanyakan pasien telah mengalami
dehidrasi ketika mereka meminta pertolongan medis.
e. Berikan
pengobatan yang telah ditentukan seperti Epineprin, Terbutalin, Aminophilin dan
Kortikosteroid. Evaluasi keefektifannya, konsul dokter jika terjadi reaksi yang
merugikan.
Rasional
: Epineprin dan terbutalin
menghentikan reaksi alergi dan dilatasi bronkhiolus dengan meniadakan aktifitas
histamin. Aminophilin melebakan bronkhiolus dengan merangsang peningkatan
produksi sat kimia yang menghambat penyempitan otot bronchial. Kortikosteroid
membantu mengurangi peradangan lapisan mucosa bonkial.
f. Gunakan
spirometer intensif setiap 2 jam.
Rasional : Untuk
memudahkan nafas dalam dan mencegah eteletasis
g. Konsul
dokter jika gejala-gejala terjadi setelah 1 jam pemberian terapi atau bila
kondisi jelek (Pa CO2 melebihi PaO2, apnea, status mental
menurun, pasien dalam keadaan hampir kolaps akibat kelelahan yang disebabkan
usdaha bernafas yang sulit).
Rasional
: Hal – hal ini menunjukan dibutuhkannya intubasi endotrakheal dan pemasangan ventilator me
kanik.
h. Instruksikan
klien pada metode yang tepat dalam mengontrol batuk.
·
Nafas dalam dan hembuskan perlahan sambil duduk
setegak mungkin .
Rasional
: Duduk tegak menggeser organ abdominal menjauhi paru, memungkinkan ekspansi
paru lebih besar.
·
Gunakan nafas diafragmatik.
a. Rasional : Pernafasan diafragmatik menurunkan frekuensi pernafasan dan meningkatkan ventilasi alveolar.
·
Tahan nafas selama 3 – 5 detik, kemudian hembuskan secara
perlahan melalui mulut dan nafas kedua, Tahan dan batukan dari dada (bukan dari
belakang mulut / tenggorok).
Rasional
: Peningkatan volume udara dalam paru meningkatkan pengeluaran secret.
·
Auskualtasi
paru sebelum dan sesudah tindakan .
Rasional : Membantu
mengevaluasi keberhasilan tindakan.
i.
Tetap berada di smping p[asien atau minta seseorang
untuk mendampinginya sampai gawat nafas mulai berkurang. Pertahankan pendekatan
yang tenang dan percaya diri.
Rasional: ansietas akan terkontrol apabila pasien
merasa ditangani oleh tim kesehatan yang kompeten.
j.
Batasai pengunjung sampai gawat nafas teratasi.
Rasional: pengunjung dapat
menjadi sumber stress.
k. Gunakan
penjelasan yang mudah dan singkat bila memberikan informasi atau instruksi.
Jelaskan tujuan dari semua pengobatan dan pemeriksaan diagnostik.
Rasional: tingkat
kecemasan yang tinggi menghambat pembelajaran. Penjelasan tentang apa yang
diharapkan membantu mengontrol cemas.
DAFTAR PUSTAKA.
Carpenito,J,L
(1999). “ Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan “ Edisi 2
D.D.Ignatavicius dan M.V.Bayne (1991),” Medical Surgical
Nursing “ , A Nursing Process Approach, W. B. Saunders Company, Philadelpia
Engram,
Barbara (1999) “ Rencana Asuhan Keperawatan Medical bedah “ Vol. 1.
FKUI(1999) ,
“ Kapita Selecta Kedokteran “ Edisi III. Vol. 1.
Marllyn E. Doengoes (1987), “ Nursing Care Plan “ ,
Fa. Davis Company, Philadelpia.
Sundaru, Heru
(1995), “Asma, Apa dan BagaimanaPengobatannya “.
Edisi III.
0 Response to "Asma Bronchiale"
Posting Komentar